Transfer Teknologi Penggunaan Cuka Kayu Galam (Melaleuca Cajuputi) Sebagai Bahan Koagulan Lateks Kebun

0
182

Galam (Melaleuca cajuputi) merupakan kayu khas lahan basah, ditemui sebagai tegakan murni yang terbentuk di lahan basah (baik air tawar maupun gambut) maupun pada lahan yang relatif kering yang telah terbakar berulang-ulang. Meskipun saat ini galam masih dipandang sebelah mata, karena dianggap jenis yang inferior, karena hanya dilihat dari nilai komersial kayunya sebagai bahan bangunan yang masuk kelas awet III, kelas kuat II, namun kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa galam mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan.  Arang galam mempunyai kualitas yang tidak kalah dengan arang kayu bakau bahkan arang dari kayu alaban yang memang sudah dikenal sebagai tanaman penghasil arang yang berkualitas baik.(Nurhayati, 2003 dalam www.kompas.com.) Berbagai penelitian yang  mengkaji kemungkinan pemanfaatan dan pengelolaan kayu galam, telah dilakukan oleh tim peneliti dari PUI PT KR PHTB & dosen dari Prodi Kehutanan Fakultas Kehutanan Unlam, melalui penelitian yang diperoleh dari hibah penelitian pada berbagai skim penelitian (Hamidah dkk, 2008;2009, 2014, 2015, dan 2016).

Dari hasil riset yang telah dilakukan tersebut, dengan modifikasi sederhana  tungku pengarangan (tungku kubah) yang ada di masyarakat dan tungku drum telah berhasil diproduksi cuka kayu galam.  Pemanfaatan asap hasil samping proses pengarangan untuk produksi cuka tidak mempengaruhi kualitas dari arang yang dihasilkannya, sehingga produksi cuka patut dikembangkan, karena akan mendapatkan dua keuntungan ganda yaitu: meminimalisir polusi asap proses pengarangan dan menghasilkan produk baru yang justru harganya bisa lebih mahal dari arang yang dihasilkannya. Pemanfaatan dan pengolahan lebih lanjut dari cuka yang dihasilkan perlu dilakukan agar dapat diproduksi produk-produk turunan yang siap pakai. Untuk itu sebagai langkah awal telah dilakukan identifikasi senyawa aktif  dari cuka kayu galam tersebut.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa cuka kayu galam sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pengawet alami, parfum dan bahan penggumpal lateks alami (deorub) serta perbaikan media tanam.  Hal ini dikarenakan cuka kayu galam mempunyai kandungan fenol dan asam karboksilatnya yang tinggi (Hamidah, dkk 2009).  Potensi sebagai bahan pengawet alami, khususnya pengawet kayu juga telah diuji pada penelitian berikutnya.  Untuk lebih memberikan variasi dalam pemanfaatan cuka kayu galam, maka pengolahan dan pemanfaatan selanjutnya dari cuka kayu galam tersebut menjadi bahan pengharum dan penggumpal lateks (deorub) perlu diuji cobakan. Melalui riset  PUPT Unlam pada tahun 2016 dengan judul “Diversifikasi Pengolahan Kayu Galam (Melaleuca leucadendron) (Sebagai Bahan Baku Deorub, Media Tanam dan Bioenergy) dalam Usaha Meningkatkan Nilai Tambah  dan Nilai Ekonomi dari  Kayu Khas Lahan Basah”, uji kemampuan cuka kayu galam sebagai bahan penggumpal lateks dibanding cuka kayu lain dan bahan penggumpal yang sudah biasa dipergunakan oleh petani karet (tawas), telah dilakukan.  Hasilnya menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Dengan konsentrasi dan jumlah pemberian yang sama, cuka kayu galam dapat menggumpalkan lateks lebih cepat (hanya dalam waktu 3 menit) dibanding cuka kayu lain (lebih dari 1 jam), bahkan lebih cepat dibanding dengan penggunaan tawas (sekitar 15-30 menit). Selain mempercepat proses penggumpalan, keunggulan lain dari cuka galam adalah dalam meningkatkan kualitas lateks hasil penggumpalannya, dimana hasil menunjukkan bahwa setelah lebih dari 1 hari lateks disimpan, lateks yang digumpalkan dengan cuka kayu galam tidak menimbulkan aroma yang busuk, seperti yang sering terjadi jika digumpalkan dengan tawas. Bahkan meskipun sama-sama cuka kayu, namun cuka kayu manis tidak menunjukkan hasil sebaik lateks yang digumpalkan dengan kayu galam.  Selain dari baunya, kualitas lateks menjadi lebih baik dikarenakan koagulum yang dihasilkan dengan penggumpal cuka kayu galam, lebih plastis, lembut dan kenyal, berbeda dengan koagulum hasil pembekuan dengan tawas maupun dengan cuka kayu lain, seperti kayu manis.  Hasil ini dikarenakan tingginya kandungan asam-asam organik pada cuka kayu galam, terutama kayu galam yang mendapat perlakuan tertentu, dibanding cuka kayu dari batang kayu manis.

Potensi cuka kayu galam sebagai penggumpal lateks yang baik ini, akan sangat membantu dan mendukung perkembangan industi karet yang berada di wilayah Kalimantan Selatan, khususnya dalam meningkatkan kualitas lateks yang dihasilkan oleh para petani karet, sehingga dapat meningkatkan harga jualnya. Hampir seluruh lateks kebun untuk produk karet ekspor harus digumpalkan sebelum diproses lanjut. Bahan penggumpal lateks yang selama ini dianjurkan adalah asam format. Dengan alasan harga yang relatif mahal dan ketersediaan yang sulit diperoleh, sebagian besar petani karet jarang menggunakan asam format dan lebih memilih menggunakan penggumpal yang tidak dianjurkan seperti pupuk SP dan TSP. Ini berakibat menurunkan kualitas karet. Dengan temuan cuka kayu galam sebagai bahan penggumpal lateks maka dapat dikembangkan bahan penggumpal lateks yang berkualitas yang aman dan memenuhi standar SNI Karet. Hasil riset ini harus didiseminasikan ke para pihak yang berkepentingan, terutama pada para petani karet.  Berdasarkan hal tersebut, maka tim dari PUI PT KR PHTB melakukan kegiatan  “Transfer Teknologi Penggunaan Cuka Kayu Galam (Melaleuca cajuputi) sebagai Bahan Koagulan Lateks Kebun” kepada para petani karet di Desa Kaliyukan Kabupaten Banjar pada tanggal 10 Desember 2016.

Para petani sangat antusias bahkan terkejut dengan hasil kegiatan ini, terutama saat didemokan proses penggumpalan lateks dengan menggunakan berbagai bahan penggumpal.  Proses penggumpalan yang relatif sangat cepat dari lateks yang diberi koagulan cuka kayu galam, hasil lateks yang tidak berbau, koagulum (lateks hasil penggumpalan) yang sangat lembut, dan kenyal membuat mereka bertanya dan penasaran bahan apa yang dipergunakan, karena hasil tersebut berbeda jauh dengan hasil penggumpalan yang biasa mereka lakukan dengan tawas.

 Potensi yang sangat besar dari cuka kayu galam sebagai koagulan lateks, baik dari segi kualitas dan kuantitasnya, mengingat kayu galam merupakan tanaman khas lahan basah yang banyak ditemui di wilayah Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan, maka PUI PT KR PHTB ke depan akan mengembangkan produksi cuka kayu galam ini sebagai bahan untuk penggumpal lateks, sebagaimana deorub dari cangkang kelapa sawit yang sekarang telah banyak dipergunakan dan diperjualbelikan.  Riset lebih mendalam dan kerjasama riset dengan berbagai pihak, baik dengan sesama peneliti di Pusat Unggulan Iptek lain, seperti Pusat Unggulan Karet di Bogor, para petani danindustri karet akan dilakukan.  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas cuka kayu galam, baik dari faktor kayu galamnya sendiri maupun proses pengarangannya dan faktor-faktor lainnya, sehingga standardisasi terhadap produk cuka galam yang akan diproduksi menjadi bahan koagulan lateks yang akan diproduksi nantinya harus ditentukan terlebih dahulu melalui riset-riset tersebut.Hasil riset, hasil kegiatan diseminasi kegiatan ini dan hasil dari transfer teknologi yang dilakukan ini, merupakan wujud kontribusi dari peneliti PUI PT  KR PHTB dalam memanfaatkan kayu khas lahan basah, yang termasuk dalam lingkup hutan tropis, untuk dijadikan produk yang dapat dipergunakan dalam mendukung program unggulan daerah, khususnya unggulan di sektor perkebunan Kalimantan Selatan, dimana karet merupakan komoditas unggulan pertama dari sektor perkebunan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here